Rabu, 08 Februari 2012

Tank Leopard, DPR-Pemerintah Saling Ngotot


VIVAnews  – Pemerintah dan DPR terlibat perang opini terkait perlu tidaknya membeli tank Leopard bekas yang diobral murah Belanda. Bagi Kementerian Pertahanan, ini kesempatan, mumpung Negeri Kincir Angin sedang terpaksa mengurangi alat utama sistem pertahanan (alutsista) gara-gara hantaman krisis Eropa. Sebaliknya, DPR beranggapan, kendaraan tempur kategori Main Battle Tank itu tak cocok digunakan di tanah air.
Menjawab keberatan DPR, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo bersikukuh, Leopard cocok digunakan untuk kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Apalagi negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Kamboja sudah punya tank bikinan Jerman yang masuk lima besar termodern di dunia itu.
"Mereka tinggal di kawasan yang sama dengan kita. Kebetulan kita di pulau tapi kawasan daratannya sama hutannya sama. Apakah jalan-jalan kita tidak lebih baik dari mereka," kata Pramono Edhie di Mabes TNI, Jakarta, Rabu 18 Januari 2012.
Ia menambahkan, bukannya ujug-ujug pihaknya ingin melengkapi alutsista dengan tank kelas berat itu. Penelitian sudah dilakukan, pihak-pihak yang mumpuni pun sudah memberi masukan.  Permintaan Leopard pun sudah diajukan Batalyon Kavaleri, sebagai pihak pengguna.  "Saya hukumnya wajib mencari. Jadi saya persilakan untuk melihat tank berat yang ada dan untuk dipelajari. Jadi ada urutannya," ujar Edhie."Jadi teknis saya tanyakan ke pengguna, saya juga tidak lebih mahir dari kavaleri. Jadi bicara masalah teknis mereka yang punya, kalau mereka minta ya saya adakan.”
Soal mengapa tidak memakai buatan dalam negeri, Edhie menjelaskan, saat ini Indonesia belum mampu membuat tank jenis berat sekelas Leopard."Untuk tank berat kita belum mampu,"  kata dia.
Dia menjelaskan, ada tiga jenis kualifikasi tank: ringan, sedang, dan berat. Teknologi Indonesia saat ini baru mencoba untuk membuat tank dengan kelas sedang.
Edhie lantas membeberkan kondisi tempur militer Indonesia. Dari 11 Batalyon Kavaleri yang dimiliki Angkatan Darat, 2 Batalyon terbaru memiliki tank dengan nama Scorpion."Itu tank ringan dan itu semua produk tahun 1950-an. Jadi kalau dilihat itu kita sudah jauh ketinggalan untuk soal tank," ujarnya.
Saat ini, dia melanjutkan, Angkatan Darat bekerjasama dengan PT Pindad meng-upgrade 13 tank AMF 13 agar bisa mencapai taraf sedang. Edhie berharap, segera ada peningkatan teknologi supaya bisa menyerap teknologi asing untuk memproduksi tank dengan jenis berat.
Soal jadi tidaknya membeli Leopard, keputusan belum final. Bagi Belanda, Leopard  adalah salah satu divisi tank di Belanda yang akan dihapuskan, namun keputusan ada di tangan Indonesia. "Mereka punya cadangan sekitar 150 tank. Selanjutnya kita diberi kesempatan untuk melihat dan memilih, menentukan harga," tandasnya. "Itu barangnya sudah ada di gudang. Semakin cepat disetujui, pembelian juga akan cepat ke Indonesia.
Jika terealisasi, dana USD280 juta akan ditukar dengan 100 unit tank Leopard. Pembelian G to G alias antar pemerintah , untuk mempersempit ruang gerak percaloan.
Tak asal omong
Penjelasan pemerintah yang disebar media belum dianggap memuaskan anggota dewan. Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi I, Tubagus Hasanuddin mengatakan, pihaknya tidak asal menolak rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda. Penolakan yang dilakukan oleh DPR itu telah didasari analisa yang obyektif.
"Saya dan teman-teman dengan sungguh-sungguh mempelajari dengan seksama tentang keunggulan dan kelemahan tank Leopard bekas yang akan dibeli TNI dengan harga cukup mahal, dan kemudian menyatakan menolak pembelian itu," ujar Tubagus dalam pesan singkat kepada VIVAnews, Rabu 18 Januari 2012.
Dia menambahkan, sejauh ini Kementerian Pertahanan sebagai mitra kerja Komisi I,  belum pernah mengajukan usulan pembahasan rencana pembelian tank tersebut. Juga  menjelaskan soal rencana pembelian 100 tank Leopard , yang terdiri dari 50 unit tipe 2A4 dan 50 unit tipe 2A6. "Tank ini memang canggih, tapi cukup mahal," kata Tubagus.
Untuk tipe 2A4, kata dia, harganya 700.000 euro atau sekitar Rp8 miliar per unit, sedangkan tipe 2A6 800.000 euro atau sekitar Rp9,2 miliar per unit.
Bukan hanya menguras anggaran negara, Tubagus mengatakan, kendaraan tempur itu tak cocok untuk medan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan bertanah gembur. Sebab bobot tank ini lebih dari 60 ton.  Cocoknya untuk pertempuran di gurun."Dan kurang taktis untuk sistem pertahanan pulau-pulau seperti di Indonesia," ujar Tubagus.
Dia menambahkan, sebenarnya atas perintah presiden pada tahun 2010, PT Pindad telah berhasil mengembangkan model medium tank dengan bobot 23 ton. Tank ini dinilai lebih cocok digunakan di Indonesia. "Itu sudah menjadi prototipe, tinggal dikembangkan. Lebih ringan, lincah dan murah karena diproduksi anak bangsa," katanya.
Bukannya menghalangi niat TNI untuk memiliki alutsista canggih, DPR hanya ingin mengingatkan, belilah yang sesuai kondisi dan tepat digunakan di Indonesia. "Kami setuju TNI dilengkapi Alutsista yang canggih, tapi harus cocok dengan doktrin pertahanan dan karakter geografis serta medan di Indonesia," tuturnya.
Sebelum perang urat syaraf terjadi, DPR versus pemerintah, sebelum rencana pembelian Leopard terungkap di dalam negeri, ribut-ribut justru duluan terjadi di Negeri Belanda. Seperti dimuat situs Radio Nederland Siaran Indonesia, pada 14 Desember 2012, Tweede Kamer menyetujui mosi tidak percaya yang diajukan  partai Kiri Hijau (GroenLinks). Alasannya, Belanda tidak ingin terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.
"Keputusan penolakan berkaitan erat dengan track record Indonesia. Kita tahu mereka telah memporakporandakan Aceh, Timor Timur. Baru-baru ini juga terjadi kerusuhan di Papua," ujar Arjan El Fassed, pihak yang mengajukan mosi.
Menurut anggota parlemen dari GroenLinks itu, penjualan tank kepada Indonesia berisiko besar terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Tank kemungkinan besar bisa dipergunakan untuk menghabisi para demonstran.
Kekhawatiran parlemen Belanda ditanggapi Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro. Kata dia, tuduhan itu telat. "Pemerintah AS sudah mendeklarasikan kalau Indonesia tak ada masalah dengan HAM. Tapi parlemen Belanda bilang ada masalah, ini terlambat," kata Purnomo Yusgiantoro. (sj)
• VIVAnews

1 komentar:

  1. pokoknya cukcak dokdar kalau tajir mampus, mau beli Kapal Selam tenaga Nuklir buat TNI AL... amin amin amin... mengenang masa Presiden Soekarno yang bisa meminjamkan kapal selam untuk pakistan ya klo ga salah... Betapa diseganinya negara Indonesia di ASIA...

    BalasHapus